SEPUTAR QURBAN SUNNAH DAN QURBAN WAJIB
Dari Abuya KH. Muhammad Muhyiddin Abdul Qadir Al Manafi, MA
SEPUTAR QURBAN
Kita harus bisa membedakan antara Qurban sunnah dan qurban wajib, karena keduanya memiliki kedudukan dan konsekuensi hukum berbeda.
Disebutkan dalam Kitab I’anah at-Thalibin, jilid 2 halaman 376,
أي يشترط فيها النية عند الذبح أو قبله عند التعيين لما يضحي به.
و معلوم أنها بالقلب، و تسن باللسان، فيقول: نويت الأضحية المسنونة، أو أداء سنة التضحية.
فإن اقتصر على نحو الأضحية صارت واجبة يحرم الأكل منها.
(إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين, ٢/ ٣٧٦)
“Disyaratkan niat ketika menyembelih, atau sebelumnya yakni ketika menentukan hewan yang akan dijadikan qurban.
Sudah maklum bahwa tempatnya niat adalah hati, dan disunnahkan juga dilafadzkan dalam lisan. Orang yang berqurban berniat, “Nawaitul udhiyatal masnunah (Saya niat berqurban sunnah)”, atau “Nawaitu adaa-a sunnatit tadhiyah (Saya niat menunaikan kesunnahan qurban).”
Jika ia tidak menyebutkan kata “sunnah”, misalkan hanya mengatakan, “Saya niat berqurban”, maka qurbannya menjadi wajib, sehingga diharamkan atasnya untuk memakan bagian dari hewan qurban itu (baik daging, kulit, dan lainnya).”
Hendaknya panitia memilah qurban yang wajib dan sunnah, sehingga qurban wajib atau nadzar tidak diberikan kembali kepada pe”qurban”nya, orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya, dan juga panitia sendiri.
Disebutkan dalam al-Bajuri, jilid 2, halaman 300,
و لا يأكل المضحى شيأ من الأضحية المنذورة (قوله و لا يأكل) اى لايجوزله الأكل فان أكل شيأ غرمه (قوله المضحى) و كذا من تلزمه نفقته ( ألباجورى ج:٢ ص:٣٠٠)
“Pihak yang berqurban tidak boleh memakan sedikitpun dari qurban yang dinadzarkan, yakni ia tidak boleh memakannya, lalu jika memakannya sedikit saja maka wajib mengganti. Seperti pihak pequrban (mudhahhi) adalah orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.”
و لا يأكل المضحى شيأ من الأضحية المنذورة ويأكل من المتطوع بها (كفاية الأخيار ج:٢ ص:٢٤١)
“Pihak yang berqurban tidak boleh memakan sedikitpun dari qurban yang dinadzarkan dan boleh memakannya jika merupakan qurban sunnah.”
(و يحرم الاكل الخ ) الى ان قال فيجب عليه التصدق بجميعها حتى قرنها وظلفها اهـ إعانة الطالبين ج:٢ ص:٣٣٣ )
“(Haram memakan dst) sampai ungkapan: maka wajib atas pequrban mensedekahkan seluruh qurbannya hingga tanduk dan kakinya.”
Apabila pemilahan antara qurban sunnah dan nadzar/wajib menemui kesulitan, maka dianggap cukup dengan cara memisahkan daging seukuran qurban nadzar/wajib dari daging yang ada, kemudian mensedekahkan sisanya kepada selain yang bernadzar/berqurban wajib dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.
افتى النووى كابن الصلاح فيمن غصب نحو نقد او بر وخلطه بماله ولم يتميز بان له افراز قدر المغصوب ويحل له التصرف فى الباقى (فتح المعين هامش الاعانة ج:١ ص:١٢٧)
“Imam Nawawi berfatwa sebagaimana Imam Ibnu Shalah tentang seseorang yang ghashab semisal uang (dinar/dirham) atau biji gandum dan mencampurkannya dengan harta miliknya dan tidak dapat membedakannya bahwa baginya boleh memisahkan seukuran barang dighashabnya dan halal baginya mentasarufkan sisanya.”
- Penyerahan Berupa Uang Seharga Hewan Ternak
Penyerahan sejumlah uang oleh pequrban kepada panitia agar dibelikan ternak layak qurban sekaligus sampai pada penyembelian serta pembagian dagingnya, menurut pandangan ulama adalah boleh sebagaimana dijelaskan dalam kitab I’anah al-Thalibin,
في فتاوي العلامة الشيخ محمد بن سليمان الكردي محشي شرح ابن حجر على المختصر ما نصه سئل رحمه الله تعالى جرت عادة أهل بلد جاوى على توكيل من يشتري لهم النعم في مكة للعقيقة أو الأضحية ويذبحه في مكة والحال أن من يعق أو يضحي عنه في بلد جاوى فهل يصح ذلك أولا أفتونا الجواب نعم يصح ذلك و يجوز التوكيل في شراء الأضحية والعقيقة و في ذبحها ولوبغير بلد المضحي و العاق (إعانة الطالبين ج:٢ ص:٣٥٥)
“Dalam kitab Fatawa Syekh Sulaiman al-Kurdi Muhasyyi Syarah Ibni Hajar ‘ala al-Mukhtashar terdapat suatu pertanyaan:
Ditanyakan kepada beliau “Telah berlaku kebiasaan penduduk Jawa mewakilkan kepada seseorang agar membelikan ternak untuk mereka di Makkah sebagai aqiqah atau qurban dan agar menyembelihnya di Makkah, sementara orang yang di aqiqahi atau qurbani berada di Jawa. Apakah hal demikian itu sah atau tidak ? Mohon diberikan fatwa jawabannya ! “. Ya, demikian itu sah. Diperbolehkan mewakilkan dalam pembelian hewan qurban dan aqiqah dan juga penyembelihnya sekalipun tidak dilaksankan di negara orang yang berqurban atau beraqiqah.”
Ada hal penting yang perlu diperhatikan ketika penyerahan pequrban kepada panitia itu berupa uang, yaitu panitia wajib menentukan/meniatkan ternak yang telah dibelinya dengan mengatasnamakan orang yang telah memberi kuasa kepadanya. (Lihat : Al-Bajuri, juz 2, halaman 296)
Sementara bila seseorang hanya berqurban dengan nilai uang, bukan dengan hewan, maka hukumnya tidak boleh. Dijelaskan dalam Riyadhul Badi’ah, halaman 8,
لا تصح التضحية إلا بالأنعام و هي الإبل و البقر الأهلية و الغنم لأنها عبادة تتعلق بالحيوان فاختصت بالنعم كالزكاة فلا يجزئ بغيرها, وكذا في الموهبة ج:٤ ص:٦۸٢ (الرياض البديعة ص:۸)
“Qurban tidak sah kecuali dengan binatang ternak, yaitu unta, sapi, atau kerbau dan kambing. Hal ini karena qurban itu terkait dengan binatang, maka dikhususkan dengan ternak sama seperti zakat, sehingga tidak sah selain dengan binatang ternak.”
- Tentang Perwakilan (wakalah) dan pemberian izin pada panitia
Perwakilan (wakalah).
Panitia Qurban adalah sekelompok orang-orang tertentu yang pada umumnya dipersiapkan oleh suatu organisasi (ta’mir masjid, mushalla, instansi dan lain-lain) guna menerima kepercayaan (amanat) dari pihak pequrban (mudlahhi) agar melaksanakan penyembelihan hewan qurban dan membagikan dagingnya.
Memperhatikan pengertian panitia tersebut maka dalam pandangan fiqih panitia adalah wakil dari pihak mudlahhi.
و في الشرع تفويض شخص شيأ له فعله مما يقبل النيابة الى غيره ليفعله حال حياته (هامش حاشية الباجورى ج:١ ص:٣۸٦)
“Wakalah menurut syara’ adalah penyerahan oleh seseorang tentang sesuatu yang boleh ia kerjakan sendiri dari urusan-urusan yang bisa digantikan (pihak lain), kepada pihak lain agar dikerjakannya diwaktu pihak pertama masih hidup.”
(والوكيل امين ) لانه نائب عن الموكل في اليد والتصرف فكانت يده كيده (حاشية الجمل جز:٤ ص:٤١٦)
“Wakil adalah pengemban amanah, karena ia sebagai pengganti muwakkil (yang mewakilkan) dalam kekuasaan dan tasharruf, jadi kekuasannya seperti kekuasaan pihak muwakkil.”
Penyerahan hewan qurban kepada panitia (wakil) haruslah melalui pernyataan yang jelas dalam hal status qubannya (sunat / wajib) maupun urusan yang diserahkannya (menyembelih saja atau dan juga membagikan dagingnya) pada pihak ketiga.
Oleh karenanya harus ada pernyataan mewakilkan (menyerahkan) oleh pihak pequrban (mudlahhi) dan penerimaan oleh pihak panitia, lalu serah-terima hewan qurbannya.
أركانها اربعة موكل و وكيل و موكل فيه و صيغة و يكفى فيها اللفظ من احدهما و عدم الرد من الأخر كقول الموكل وكلتك بكذا او فوضته اليك ولو بمكاتبة او مراسلة (الباجورى ج:١ ص:٢٩٦)
“Rukun wakalah ada empat:
(1) Muwakkil
(2) Wakil
(3) Muwakkal fih dan
(4) shighat.
Pernyataan dari salah pihak dan tidak ada penolakan dari pihak yang lain sudah mencukupi dalam shighat ini. Misalnya muwakkil mengatakan, ‘Aku wakilkan padamu hal demikian-demikian, atau aku menyerahkan urusan ini padamu.’ (Hal itu sah), meski dengan cara penulisan atau surat.”
Qurban sebagai ibadah memerlukan niat baik oleh pihak pequrban sendiri atau diserahkannya kepada wakilnya, kecuali qurban nadzar maka tidak ada syarat niat.
و لا يشترط فى المعينة ابتداء بالنذر النية بخلاف المتطوع بها و الواجبة بالجعل او بالتعيين عما فى الذمة فيشترط له نية عند الذبح او عند التعيين لما يضحى به كالنية فى الزكاة و له تفويضها لمسلم مميز و ان لم يوكله فى الذبح (الباجرى ج:٢ ص:٢٩٦)
“Tidak disyaratkan niat dalam qurban yang telah ditentukan sejak permulaan dengan jalan nadzar. Beda halnya dengan qurban sunat dan qurban wajib dengan jalan ja’li (menjadikan) atau ta’yin (menentukan) dari apa yang dalam tanggungannya, maka disyaratkan niat ketika menyembelih atau menentukan hewan qurbannya sebagaimana niat dalam ibadah zakat. Boleh juga niat diserahkan kepada seorang muslim yang sudah tamyiz sekalipun ia tidak dijadikan wakil dalam menyembelih.”- Tugas Panitia Qurban
Tugas pokok panitia adalah menyembelih dan membagikan dagingnya kepada pihak yang berhak sesuai dengan pernyataan pihak pequrban saat penyerahan hewan qurban dan pihak wakil/panitia sedikipun tidak diperkenankan melanggar amanah ini sebagaimana keterangan di atas.
و لا يملك الوكيل من التصرف الا ما يقتضيه اذن الموكل من جهة النطق او من جهة العرف (المهذب ج:١ ص:٣٥٠)
“Tidak berkuasa seorang wakil dari urusan tasharuf melainkan sebatas izin yang didapat dari muwakkil melalui jalan ucapan atau adat yang berlaku.”
- Panitia Mengambil / Memakan dari Bagian Qurban
Sesuai dengan amanat yang diterimanya dari pihak pequrban, yaitu menyembelih dan membagikan dagingnya, maka panitia tidak diperbolehkan mengambil atau memakan sedikitpun daripadanya.
Kemudian agar panitia bisa mengambil sebagian daging qurban (sunnah), maka harus ada izin dari pihak mudlahhi agar ia diperbolehkan mengambilnya dalam batas ukuran tertentu.
و لا يجوز له أخذ شيئ الأ ان عين له الموكل قدرا منها ( الباجورى ج:١ ص:٣۸٧)
“Tidak boleh bagi wakil (panitia) mengambil sedikitpun, kecuali pihak yang mewakilkan (muwakkil) sudah menentukan sekadar dari padanya untuk pihak wakil.”
- Tentang Biaya perawatan dan penyembelihan
Agar tidak terjadi praktik penjualan kulit qurban, baik oleh panitia, orang yang berqurban, atau atau penerima (mustahiq) kaya, misalnya dengan alasan biaya operasional, atau biaya perawatan dan penyembelihan qurban.
Di dalam kitab Bidayatul Mujtahid disebutkan, para ulama seluruhnya sepakat untuk mengharamkan menjual daging dan kulit hewan qurban. Dalilnya adalah sabda Rasul صلّى اللّـہ عليہ و سلّم :
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَتِهِ فَلاَ أُضْحِيَةَ لَهُ
Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak memperoleh qurban apapun. (HR Hakim).
Al-Hakim menshahihkan hadits ini dalam kitab Al-Mauhibah jilid 4 halaman 697.
Haramnya menjual kulit hewan qurban ini telah ditetapkan oleh Keputusan Muktamar ke-27 Nahdhatul-Ulama di Situbondo pada tanggal 8-21 Desember 1984. Bunyinya:
“Menjual kulit hewan qurban tidak boleh kecuali oleh mustahiqnya (yang berhak atas kulit-kulit itu) yang fakir/miskin. Sedangkan mustahiq yang kaya, menurut pendapat yang mu’tamad tidak boleh.”
(Ahkamul Fuqaha, halaman 401).
Sebagian ulama mazhab Asy-Syafi’i membolehkan menjual daging hewan qurban sebatas orang miskin yang telah menerimanya.
Sedangkan pihak yang memiliki hewan, atau orang yang menerima lewat sedekah, diharamkan menjualnya.
Maka untuk keabsahan qurban dan sebagai solusi, kulit qurban diberikan kepada penerima yang fakir/miskin, tidak oleh pequrban, atau panitia yang menjual kulit secara sepihak, atau sebagai wakil dari pequrban, atau oleh penerima yang kaya.
Agar tidak terjadi praktik pengupahan tukang potong hewan (jagal) yang diambilkan dari bagian qurban, baik daging maupun kulitnya.
Dari Ali bin Abi Thalib رضي اللّـہ عنہ :
أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا، وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا» ، قَالَ: نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا.
“Aku (Ali bin Abi Thalib) pernah diperintahkan Nabi صلّى اللّـہ عليہ و سلّم untuk mengurusi penyembelihan ontanya, dan agar membagikan seluruh bagian dari sembelihan onta tersebut, baik yang berupa daging, kulit tubuh maupun pelana. Dan aku tidak boleh memberikannya kepada jagal barang sedikitpun.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam redaksi lainnya, Imam Ali berkata, “Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR. Muslim).
Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama.
Imam Nawawi dalam Raudhatuth Thalibin, Jilid 2, halaman 222 mengatakan:
و لا أن يعطي الجزّار شيئا منهما أجرة له، بل مؤنة الذّبح على المضحّي و المهديّ كمؤنة الحصاد.
و يجوز أن يعطيه منهما شيئا لفقره، أو يطعمه إن كان غنيّا. ( روضة الطالبين و عمدة المفتين ٣/ ٢٢٢)
“Ia (orang yang berqurban) tidak boleh memberikan kepada tukang sembelih dari daging qurban dan hadyu (hewan yang disembelih di tanah suci), sebagai ongkos penyembelihan. Namun, biaya penyembelihan dibebankan kepada orang yang berqurban, seperti ongkos panen.
Boleh bagi orang yang berqurban untuk memberi tukang sembelih itu dari qurban dan hadyu, karena kefakiran tukang sembelih itu, atau memberi tukang sembelih itu makan, jika tukang sembelih itu orang yang kaya.”
Wallaahu A’lam bishshowab
[18/9/2015, 11:13] Muhammad Kaustar: