Metode Penyiaran Media Dakwah Modern dengan Strategi Walisongo

Media dakwah terbaik Walisongo memanfaatkan berbagai media dan metode penyiaran. Simak juga strategi dakwah modern di era digital.

strategi media dakwah walisongo modern Metode Penyiaran Media Dakwah Modern dengan Strategi Walisongo

Islam adalah agama yang universal dan rahmatan lil alamin. Islam tidak bertentangan dengan budaya dan tradisi lokal, namun justru dapat beradaptasi dan bersinergi dengan berbagai kearifan lokal.

Hal ini terbukti dari sejarah penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di tanah Jawa, yang dilakukan oleh para ulama yang dikenal dengan sebutan Walisongo.

Walisongo adalah sembilan ulama yang berjasa dalam menyebarkan dan mengembangkan Islam di tanah Jawa pada abad ke-15 sampai 16 M. Mereka menggunakan berbagai metode dakwah yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat Jawa.

Salah satu metode dakwah yang mereka gunakan adalah metode penyiaran media dakwah, yaitu metode yang menggunakan alat atau sarana untuk menyampaikan pesan dakwah kepada khalayak.

Media dakwah yang digunakan oleh Walisongo antara lain adalah wayang, tembang, seni ukir, dan lainnya. Mereka memanfaatkan media-media tersebut untuk menyampaikan ajaran Islam yang sesuai dengan konteks budaya dan sosial Jawa. Mereka juga mengislamkan media-media tersebut tanpa menghilangkan ciri khas dan keindahan seni budaya Jawa.

Di era digital saat ini, media dakwah semakin berkembang dan bervariasi. Media dakwah online, seperti website, media sosial, video, podcast, dan lain-lain, menjadi media dakwah yang efektif dan efisien untuk menjangkau berbagai kalangan masyarakat.

Bagaimana strategi dakwah kekinian yang dapat kita pelajari dari Walisongo dalam memanfaatkan media online sebagai media dakwah di era digital?

Artikel ini akan membahas hal tersebut dengan mengacu pada sumber-sumber yang relevan.

Tentang Dakwah dan Peran Walisongo

Dakwah adalah aktivitas mengajak, menyeru, dan memanggil manusia kepada kebenaran Islam. Dakwah merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim, sebagaimana firman Allah SWT:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, dan beramal saleh, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’”

(QS. Fushshilat: 33)

Dakwah harus dilakukan dengan metode yang sesuai dengan kondisi, situasi, dan karakteristik masyarakat yang didakwahi. Metode dakwah yang efektif adalah metode yang mampu menyampaikan pesan Islam dengan jelas, mudah dipahami, dan menarik perhatian. Metode dakwah juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan, keadilan, dan kebijaksanaan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, dan ceritakanlah tentang Bani Israil tanpa keberatan, dan barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka”

(HR. Bukhari)

Salah satu contoh metode dakwah yang berhasil dalam sejarah Islam adalah metode dakwah yang dilakukan oleh Walisongo. Walisongo adalah sebutan untuk sembilan ulama yang berjasa dalam menyebarkan dan mengembangkan Islam di tanah Jawa pada abad ke-15 sampai 16 M.

Para Walisongo adalah diantaranya Syekh Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.

Walisongo menggunakan berbagai media dakwah untuk menarik simpati dan minat masyarakat Jawa terhadap Islam. Media dakwah adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dakwah kepada khalayak.

Media dakwah dapat berupa lisan, tulisan, gambar, suara, musik, seni, budaya, dan lain-lain. Media dakwah harus disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat yang didakwahi.

Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa media dakwah yang digunakan oleh Walisongo dalam strategi dakwah mereka, yaitu wayang, tembang, seni ukir, dan radio.

Kita akan melihat bagaimana Walisongo memanfaatkan media-media tersebut untuk menyampaikan ajaran Islam yang sesuai dengan konteks budaya dan sosial Jawa.

Wayang sebagai Media Dakwah Walisongo

Wayang adalah salah satu kesenian tradisional Jawa yang berupa pertunjukan boneka bayangan di belakang layar. Wayang berasal dari kata “wewayangan” yang berarti bayangan.

Wayang menggambarkan kehidupan manusia dengan berbagai aspeknya, seperti kebiasaan, tingkah laku, etika, dan nilai-nilai. Wayang juga mengandung sanepa (sindiran), piwulang (ajaran), dan pituduh (nasehat) yang dapat dijadikan sebagai bahan renungan dan introspeksi.

Wayang merupakan media dakwah yang efektif karena memiliki daya tarik yang tinggi bagi masyarakat Jawa. Wayang dapat menjangkau berbagai lapisan masyarakat, dari raja sampai rakyat, dari tua sampai muda, dari kota sampai desa. Wayang juga dapat menghibur, mendidik, dan memberi inspirasi bagi penontonnya.

Walisongo memanfaatkan wayang sebagai media dakwah dengan beberapa cara, antara lain:

  • Mengubah nama-nama tokoh wayang yang berasal dari Hindu-Budha menjadi nama-nama Islam, seperti Arjuna menjadi Amir Hamzah, Bima menjadi Barakat, Gatotkaca menjadi Abdurrahman, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang universal dan tidak bertentangan dengan budaya Jawa.
  • Mengubah cerita-cerita wayang yang berasal dari Hindu-Budha menjadi cerita-cerita Islam, seperti kisah Nabi, sahabat, wali, dan orang-orang shaleh. Hal ini dimaksudkan untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan akidah, syariah, dan akhlak.
  • Mengubah alat-alat musik yang mengiringi wayang dari gamelan menjadi rebana, gong, dan bedug. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari unsur-unsur yang bertentangan dengan Islam, seperti musik yang mengandung unsur syirik, bid’ah, dan maksiat.
  • Mengubah bahasa yang digunakan dalam wayang dari bahasa Jawa kuno menjadi bahasa Jawa yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah komunikasi dan pemahaman antara dalang dan penonton.

Dengan cara-cara tersebut, Walisongo berhasil mengislamkan wayang tanpa menghilangkan ciri khas dan keindahan seni wayang itu sendiri. Wayang menjadi media dakwah yang ampuh untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam jiwa masyarakat Jawa.

Tembang sebagai Media Dakwah Walisongo

Tembang adalah salah satu kesenian tradisional Jawa yang berupa nyanyian yang mengandung makna dan pesan. Tembang berasal dari kata “temb” yang berarti suara dan “bang” yang berarti bunyi.

Tembang memiliki struktur, irama, dan laras yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan tujuannya. Tembang dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu tembang macapat dan tembang gending.

Tembang macapat adalah tembang yang berisi puisi-puisi yang memiliki aturan-aturan tertentu, seperti jumlah baris, jumlah suku kata, dan rima.

Tembang macapat memiliki sepuluh jenis, yaitu maskumambang, sinom, asmaradana, kinanthi, mijil, gambuh, durma, pangkur, pucung, dan megatruh. Tembang macapat biasanya digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan moral, sosial, politik, dan agama.

Tembang gending adalah tembang yang berisi lagu-lagu yang memiliki nada dan melodi yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan tujuannya.

Tembang gending memiliki banyak jenis, seperti gending jawa, gending langgam, gending slendro, gending pelog, dan lain-lain. Tembang gending biasanya digunakan untuk mengiringi pertunjukan seni, seperti wayang, tari, dan ludruk.

Tembang merupakan media dakwah yang efektif karena memiliki daya pikat yang tinggi bagi masyarakat Jawa. Tembang dapat menyentuh hati, pikiran, dan perasaan penikmatnya. Tembang juga dapat menggugah, menasehati, dan membimbing penikmatnya.

Walisongo memanfaatkan tembang sebagai media dakwah dengan beberapa cara, antara lain:

  • Menciptakan tembang-tembang baru yang berisi ajaran-ajaran Islam, seperti shalawat, tasbih, tahmid, tahlil, dan dzikir. Hal ini dimaksudkan untuk mengajarkan ibadah-ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
  • Menyisipkan ayat-ayat Al-Quran, hadits, dan kisah-kisah islami dalam tembang-tembang yang sudah ada, seperti tembang macapat dan tembang gending. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dan penegasan tentang ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan sumbernya.
  • Mengubah alat-alat musik yang mengiringi tembang dari gamelan menjadi rebana, gong, dan bedug. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari unsur-unsur yang bertentangan dengan Islam, seperti musik yang mengandung unsur syirik, bid’ah, dan maksiat.
  • Mengubah bahasa yang digunakan dalam tembang dari bahasa Jawa kuno menjadi bahasa Jawa yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah komunikasi dan pemahaman antara penyanyi dan pendengar.

Dengan cara-cara tersebut, Walisongo berhasil mengislamkan tembang tanpa menghilangkan ciri khas dan keindahan seni tembang itu sendiri. Tembang menjadi media dakwah yang ampuh untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam jiwa masyarakat Jawa.

Seni Ukir sebagai Media Dakwah Walisongo

Seni ukir adalah salah satu kesenian tradisional Jawa yang berupa seni mengukir benda-benda seperti kayu, batu, logam, dan lain-lain. Seni ukir memiliki nilai estetika, artistik, dan simbolik yang tinggi.

Seni ukir dapat menggambarkan berbagai motif, seperti flora, fauna, geometri, kaligrafi, dan lain-lain. Seni ukir dapat ditemukan di berbagai tempat, seperti rumah, masjid, makam, dan lain-lain.

Seni ukir merupakan media dakwah yang efektif karena memiliki daya hias yang tinggi bagi masyarakat Jawa. Seni ukir dapat memperindah, mempercantik, dan memperkaya suasana tempat-tempat yang diukir.

Seni ukir juga dapat menyampaikan pesan-pesan yang bersifat edukatif, informatif, dan inspiratif bagi pengunjung tempat-tempat yang diukir.

Walisongo memanfaatkan seni ukir sebagai media dakwah dengan beberapa cara, antara lain:

  • Menciptakan motif-motif baru yang berisi ajaran-ajaran Islam, seperti kaligrafi, asmaul husna, ayat-ayat Al-Quran, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk mengajarkan tauhid, ibadah, dan akhlak yang sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
  • Mengubah motif-motif yang berasal dari Hindu-Budha menjadi motif-motif yang sesuai dengan Islam, seperti bunga teratai menjadi bunga melati, naga menjadi ular, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari unsur-unsur yang bertentangan dengan Islam, seperti syirik, khurafat, dan takhayul.
  • Mengukir tempat-tempat yang berkaitan dengan dakwah, seperti masjid, makam, dan pondok pesantren. Hal ini dimaksudkan untuk menarik perhatian dan minat masyarakat untuk berkunjung, belajar, dan beribadah di tempat-tempat tersebut.

Dengan cara-cara tersebut, Walisongo berhasil mengislamkan seni ukir tanpa menghilangkan ciri khas dan keindahan seni ukir itu sendiri. Seni ukir menjadi media dakwah yang ampuh untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam jiwa masyarakat Jawa.

Radio sebagai Media Dakwah Islam

Radio adalah salah satu media massa yang berupa alat komunikasi yang menggunakan gelombang elektromagnetik untuk menyampaikan informasi berupa suara.

Radio memiliki kelebihan, seperti mudah diakses, murah, cepat, dan luas jangkauannya. Radio dapat menyampaikan berbagai informasi, seperti berita, musik, hiburan, pendidikan, dan agama.

Radio merupakan media dakwah yang efektif karena memiliki daya jangkau yang tinggi bagi masyarakat Jawa dan Nusantara. Radio dapat menjangkau berbagai wilayah, dari perkotaan sampai pedesaan, dari dataran rendah sampai pegunungan.

Radio juga dapat menjangkau berbagai kalangan, dari anak-anak sampai orang tua, dari laki-laki sampai perempuan, dari pekerja sampai pelajar.

Para Ulama memanfaatkan radio sebagai media dakwah dengan beberapa cara, antara lain:

  • Membuat program-program radio yang berisi ajaran-ajaran Islam, seperti kajian, ceramah, tanya jawab, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan, pemahaman, dan pencerahan tentang Islam kepada pendengar radio.
  • Membuat program-program radio yang berisi hiburan-hiburan yang sesuai dengan Islam, seperti nasyid, shalawat, cerita, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesenangan, kegembiraan, dan ketenangan kepada pendengar radio.
  • Membuat program-program radio yang berisi informasi-informasi yang berkaitan dengan dakwah, seperti jadwal shalat, jadwal kajian, agenda dakwah, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan motivasi, dorongan, dan dukungan kepada pendengar radio untuk berpartisipasi dalam dakwah.

Dengan cara-cara tersebut, para Ulama berhasil menggunakan radio sebagai media dakwah yang modern dan efisien. Radio menjadi media dakwah yang ampuh untuk menyebarkan dan mengembangkan Islam di tanah Jawa dan Nusantara.

Media Online sebagai Media Dakwah Kekinian

Media online adalah salah satu media massa yang berupa alat komunikasi yang menggunakan internet sebagai sarana untuk menyampaikan informasi berupa teks, gambar, suara, video, dan lain-lain.

Media online memiliki kelebihan, seperti mudah diakses, murah, interaktif, dan fleksibel. Media online dapat menyampaikan berbagai informasi, seperti berita, musik, hiburan, pendidikan, dan agama.

Media online merupakan media dakwah yang efektif karena memiliki daya jangkau yang tinggi bagi masyarakat kekinian. Media online dapat menjangkau berbagai wilayah, dari dalam negeri sampai luar negeri, dari perkotaan sampai pedesaan.

Media online juga dapat menjangkau berbagai kalangan, dari anak-anak sampai orang tua, dari laki-laki sampai perempuan, dari pekerja sampai pelajar.

Bukan hanya Ulama, para Pemuda juga berpotensi untuk dapat andil berdakwah dengan memanfaatkan media online sebagai media dakwah melalui beberapa cara berdakwah digital, antara lain:

  • Membuat website atau blog yang berisi ajaran-ajaran Islam, seperti kajian, artikel, e-book, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan, pemahaman, dan pencerahan tentang Islam kepada pengunjung website atau blog.
  • Membuat akun media sosial yang berisi ajaran-ajaran Islam, seperti Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesan, inspirasi, dan motivasi tentang Islam kepada pengikut akun media sosial.
  • Membuat konten-konten dakwah yang bermanfaat dan menarik, seperti video, podcast, infografis, meme, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan hiburan, edukasi, dan informasi tentang Islam kepada penikmat konten media online.
  • Membuat komunitas atau forum online yang berkaitan dengan dakwah, seperti grup, channel, webinar, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan ruang diskusi, konsultasi, dan kolaborasi tentang Islam kepada anggota komunitas atau forum online.

Dengan cara-cara tersebut, Pemuda di era modern kini berhasil menggunakan media online sebagai media dakwah yang modern dan efisien. Media online menjadi media dakwah yang ampuh untuk menyebarkan dan mengembangkan Islam di tanah Jawa, Nusantara bahkan Internasional.

Penutup: Mari Cerdas Berdakwah

Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Walisongo adalah para ulama yang cerdas, kreatif, dan inovatif dalam melakukan dakwah. Mereka mampu memanfaatkan berbagai media dakwah yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat Jawa.

Mereka juga mampu mengislamkan media-media dakwah yang berasal dari budaya Jawa tanpa menghilangkan identitas dan keindahan budaya tersebut.

Metode penyiaran media dakwah yang dilakukan oleh Walisongo dapat menjadi inspirasi dan teladan bagi kita dalam berdakwah di era modern ini.

Kita dapat memanfaatkan media-media dakwah yang ada, seperti televisi, internet, sosial media, dan lain-lain, dengan cara yang kreatif, inovatif, dan islami.

Kita juga dapat menghormati dan menghargai budaya-budaya lokal yang ada, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip Islam yang haq.

Semoga artikel ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita tentang metode penyiaran media dakwah dengan strategi Walisongo. Aamiin.

Comments

Leave a reply

Enable Notifications OK No thanks