Pada tahun 1997 untuk pertama kalinya Habib Hasan bin Ja’far Assegaf berdakwah, yang dimulai di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Di sana Habib Hasan berdakwah dengan izin Allah SWT mendapatkan jama’ah sebanyak lima ratus orang, lalu Habib Hasan pulang ke Bogor dikarenakan Umi dari Habib Hasan sakit.
Pada tahun 1998 beliau melakukan dakwah kembali, dilakukan di daerah yang sangat jauh yaitu di daerah TimorTimur (yang sekarang menjadi negara sendiri dan pisah dari wilayah Indonesia), tepatnya di daerah Palu. Habib Hasan berdakwah bersama AlHabib Abubakar bin Hasan Alatas.
Dari pengalaman itulah rupanya Allah SWT memberikan izin kepada Habib Hasan untuk terus melakukan dakwah tersebut menjadi suatu “makanan” atau kebiasaan tersendiri bagi kehidupan Habib Hasan untuk memperjuangkan agama Allah SWT demi tegaknya amal ma’ruf nahi munkar dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat manusia dan Rasullah SAW sebagai suri tauladan kita yang patut dicontoh dalam kehidupan sehari-hari.
Pada tahun 1999, beliau pergi kembali ke Jakarta, dikarenakan mendapat kabar bahwa guru Habib Hasan Al-Habib Umar bin Hud Alatas telah meningal dunia, dari situlah Habib Hasan melihat Jakarta yang dipenuhi oleh para pemuda suka hura-hura dan senang melakukan maksiat kepada Allah SWT, tidak mengenal Allah SWT dan Nabi Muhamad SAW, serta pemuda yang sangat jauh dari ketakwaan sering berbuat maksiat jauh dari sunah-sunah Nabi Muhammad SAW, kurang mengetahui wali-wali, tidak mengenal kitab-kitab Salafus sholihin yang dibawakan para ulama, hingga tidak mengetahui keutamaan shalawat.
Dikarenakan keadaan Jakarta yang bermacam-macam karakter dan berbagai fenomena maksiat, Habib Hasan tersentak untuk berdakwah kepada pemuda di Jakarta. Karena belum ada celah dan tempat untuk berdakwah di Jakarta, akhirnya beliau kembali ke Bogor untuk membantu orang tua Habib Hasan untuk berdagang berjualan kain yang berkodi- kodi jumlahnya, biasanya Habib Hasan menjual kain sehari habis 18 kodi kain, bahkan Habib Hasan menjajahkan daganganya mulai dari kampung ke kampung, dari pesantren ke pesantren.
Di tahun yang sama, ada sekelompok pemuda yang datang untuk berziarah ke Habib Keramat Empang, Bogor. Para peziarah berasal dari Jakarta Selatan, peziarah tersebut bernama Aray dan Zaenal Arifin. Para anak muda tersebut menginginkan Habib Hasan untuk berdakwah di Jakarta, akan tetapi Allah SWT belum berkehendak karena Habib Hasan belum niat berdakwah ke Jakarta, pada akhirnya selang beberapa minggu Allah SWT memberikan petunjuk kepada Habib Hasan untuk berangkat ke Jakarta untuk berdakwah, adapun dakwah yang pertama kali Habib Hasan dimulai di wilayah Ciganjur, Jakarta Selatan tepatnya di jalan Jambu Dua Ciganjur di rumah Zaenal Arifin.
Mulailah Habib Hasan berdakwah dengan membuka ratib dan maulid Simthuddurrar secara kecil-kecilan, baru berapa hari di Jakarta untuk berdakwah Habib Hasan sudah mendapatkan ujian baik bersifat dzahir dan batin. Pada tahun 2000 mulailah Habib Hasan untuk membuat pengajian ratib, yang diikuti oleh dua puluh orang jama’ah, semingu kemudian berkurang jama’ahnya menjadi lima belas orang saja yang mengikuti pengajian ini hari demi hari, minggu demi minggu, jama’ah bukan bertambah tetapi berkurang.
Dengan kondisi yang seperti ini, tidak mengurangi gairah untuk berdakwah di jalan Allah SWT karena Habib Hasan tidak memandang manusia, tetapi ini semua untuk Allah SWT. Pada akhirnya, ujian demi ujian Habib Hasan lewati para penduduk kembali lagi untuk mengikuti pengajian yang dipimpin langsung oleh Habib Hasan sendiri, sampai lima puluh jama’ah yang mengikuti pengajian ini.
Dari tahun ke tahun terus bertambah lagi menjadi seratus orang jama’ah. Karena para jama’ah yang terus bertambah banyak, maka di saat itulah beliau berangkat ke Solo untuk menemui Habib Anis Al-Habsyi untuk minta ijazah maulid Simthuddurrar. Diijinkanlah oleh Habib Anis Al-Habsyi untuk membawakan maulid Simthuddurrar, mulailah Habib Hasan membuka pengajian dengan mengunakan maulid Simthuddurrar, pada saat itu maulid diadakan di wilayah Ciganjur ataupun Kampung Kandang.
Habib Hasan menggagas untuk membuat maulid dengan mengunakan marawis atau ketimpring (rabana) dengan tujuan agar lebih meriah dan ramai. Pada tahun 2001 jama’ah Habib Hasan bin Ja’far Assegaf terus bertambah mulai dari seratus jama’ah lalu bertambah menjadi 150 orang, sampai akhirnya menjadi 500 jama’ah yang menghadiri pengajian ini, di tahun yang sama Habib Hasan kedatangan para habib mulai dari Habib Anis AlHabsyi, yang memberikan ijazah maulid Simthuddurrar. Dan saat itu pula pengajian ini diberi nama Majelis Ta’lim Nurul Musthofa yang sebelumya bernama Al-Irfan.
Keren
Haruss datenggg inii mahh