Privacy Overview
This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may affect your browsing experience.
Always Active
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. These cookies ensure basic functionalities and security features of the website, anonymously.

Performance cookies are used to understand and analyse the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customised advertisements based on the pages you visited previously and to analyse the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Functional cookies help to perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collect feedbacks, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Other uncategorized cookies are those that are being analyzed and have not been classified into a category as yet.

No cookies to display.

NEWS: Berita Duka Al HABIB ABU BAKAR AL ADNI BIN ALI AL MASYHUR 27 JULY 2022

Beliau dikenal sebagai mufakkir atau pemikir dikarenakan kecerdasan intelektualnya mengenai peradaban zaman yang melampaui pemikir lainnya. Keuletannya dalam mencari ilmu nampak dari karya-karyanya, terutama dalam Fiqh Tahawwullat.

Habib Abu Bakar Al-Adni merupakan cendekiawan muslim yang berasal dari Hadhramaut Yaman. Kiprahnya dalam berdakwah telah masyhur di berbagai penjuru negeri, baik Timur Tengah, Eropa hingga Asia. Banyak santri didiknya berasal dari Indonesia. Beliau dilahirkan di lembah Ahwar Provinsi Aden pada tahun 1366 H/1947 M.

Sejak belia, beliau dididik ilmu syariat agama oleh kedua orang tuanya. Tak heran jika dirinya mampu menghafal seluruh isi Al-Qur’an di masa muda. Beliau sudah bertalaqqi ke berbagai guru ternama di zamannya, baik di Aden maupun di Hadramaut. Bahkan, sejak usia 14 tahun, dirinya telah mendapatkan mandat dari sang ayah untuk menyampaikan khotbah Jum’at di masjid-masjid sekitar.

Keberhasilan Habib Abu Bakar tak luput dari peranan kedua orang tuanya. Merekalah yang telah membangun karakter Habib Abu Bakar hingga menjadi figur ternama seperti sekarang.

Dalam tuturnya dia mengakui, “Keseluruhan hidupku tak terlepas dari peran orang tuaku, ayah dan ibuku. Ayahku sosok yang sangat disiplin mengatur waktu. Baginya, pendidikan dan akhlak adalah prioritas utama. Seringkali aku menangis setiap mendengarkan lantunan Al-Qur’an yang ayah baca pada sepertiga malam.”

Beranjak ke usia remaja, Habib Abu Bakar meneruskan pendidikan formalnya di Universitas Aden, dengan mengambil prodi Bahasa Arab. Tak lama setelah kelulusannya, negeri Yaman tak bersahabat, sebab banyak terjadi kekacauan dan fitnah yang dilakukan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Menyikapi hal ini, akhirnya beliau beserta keluarga memutuskan untuk hijrah ke negeri Hijaz.

Sesampainya di negeri Hijaz, terbesit dalam hati dan pikirannya untuk melanjutkan pendidikannya ke Universitas Al-Azhar. Namun setelah Habib Abu Bakar mengungkapkan hasratnya kepada orang tua, dirinya malah mendapat penolakan, dan mereka menyarankan agar melazimi kepada Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf.

Sejak saat itu, Habib Abu Bakar merasakan irtibath (hubungan) yang kuat dengan sang murabbi. Ia memperoleh curahan ilmu lahir sekaligus ilmu batin. Baginya Habib Abdul Qadir Assegaf adalah figur ulama yang patut dijadikan sebagai suri tauladan di akhir zaman.

Setelah menjadi tokoh ternama di jazirah Arab, Habib Abu Bakar kembali ke negeri kelahirannya Hadramaut. Beliau menetap di daerah yang bernama Husaisah, kota mati yang menjadi tempat disemayamkannya kakek moyang para habaib di Hadramaut, ialah Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa An-Naqib.

Habib Abu Bakar mendirikan Rubath (Pondok Pesantren) Al-Muhajir yang kemudian berkembang pesat dan diubah menjadi Universitas Al-Wasathiyyah pada tahun 2010. Sebab didirikannya lembaga tersebut semata-mata demi memenuhi perintah Nabi Saw. yang disampaikan kepadanya melalui mimpi.

Letak perbukitan Husaisah berada sekitar 20 km dari kota Tarim, sistem pembelajaran di lembaga ini pun masih menganut dan mempertahankan metode ulama-ulama Hadramaut, yaitu talaqqi. Bagi mereka yang memilih sistem kuliah, maka ia akan lebih ditekankan kepada ilmu syariat dan hadits. Beda halnya dengan sistem rubat, yang dominan lebih cenderung membebaskan santri untuk menghadiri halaqah-halaqah di sekitar kota Tarim.

Aktif Menulis Kitab

Sanad keilmuan Habib Abu Bakar tak terhenti hanya kepada ulama Hadramaut dan Hijaz saja. Lebih dari itu, beliau telah melancong ke berbagai negeri seperti Mesir, Syam, Yordania hanya untuk mendapatkan sanad keilmuan dari ulama-ulama tersohor di sana.

Mahakarya yang terlahir dari tulisan beliau sangatlah banyak. Kegigihannya dalam mengabdi kepada umat menyerupai para salafus salih. Karya-karyanya mencapai ratusan yang mencakup berbagai disiplin ilmu, seperti fikih, sejarah, sastra, jurnalistik, dakwah, kebudayaan, metodologi dll.

Popularitas Habib Abu Bakar dan ilmu Fiqh Tahawwulat merupakan hal yang tak asing di kalangan para cendekiawan Islam di Timur Tengah. Fiqh Tahawwulat ialah keyakinan bahwa mengetahui tanda-tanda hari kiamat merupakan rukun agama (ruknu ad-din) ke-4.

Dalam hal ini, beliau bertolak belakang dengan opini mayoritas ulama yang mengatakan rukun agama ada tiga (Iman, Islam dan Ihsan). Meski begitu, ideologi dan ijtihad Habib Abu Bakar tidak menjadikannya keluar dari agama Islam, karena tidak setiap perbedaan dalam syariat menunjukan adanya kekufuran.

Lantas, hal apa yang mendasari Habib Abu Bakar sehingga berpendapat dan mengambil kesimpulan bahwa rukun agama ada 4, dan yang ke-4 ialah mengetahui tanda-tanda kiamat?

Jawabnya ialah karena beliau mengambil dalil dari hadits Jibril, yaitu hadits pertama yang termaktub pada Hadits Arbain Nawawi. Singkatnya, seusai malaikat Jibril bertanya perihal Iman, Islam, dan Ihsan kepada Nabi, Jibril kembali bertanya mengenai kapan hari kiamat. Lalu Nabi menjawab, “Yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya!” kemudian Jibril melanjutkan pertanyaannya, “Lantas apakah tanda-tanda dari kiamat itu sendiri?” sontak Nabi pun langsung menjelaskan tanda-tanda kiamat.

Demikianlah dalil yang menjadi sandaran Habib Abu Bakar, sehingga berkeyakinan bahwa mengetahui tanda-tanda kiamat adalah hal yang lazim, karena ia termasuk rukun agama. Dari sini kita bisa melihat, bahwa keluasaan cara berfikirnya melampaui pemikir cendekiawan mana pun di era modern sekarang.

Manfaat lahirnya istilah Fiqh Tahawwulat ialah membuktikan kebenaran hadits Nabi perihal munculnya tanda-tanda kiamat di akhir zaman. Fiqh Tahawwulat tidak terlahir begitu saja, namun terlahir setelah mengkaji dan menelaah tasfir ayat-ayat Al-Qur’an, Sunnah Nabi, serta Atsar para sahabat.

Berita Duka Al HABIB ABU BAKAR AL ADNI BIN ALI AL MASYHUR

Kini Berita Duka Al HABIB ABU BAKAR AL ADNI BIN ALI AL MASYHUR telah sampai kepada kami, beliau meninggalkan kita semua tepat pada hari Rabu tanggal 28 Dzulhijjah 1443 H/27 Juli 2022 M. Habib Abu Bakar Al-Adni kembali ke hadirat Allah Swt.

artikel ini dirubah judulnya dari INNALILLAH: HABIB ABU BAKAR AL-ADNI BIN ALI AL-MASYHUR dikutip dari facebook dan whatsapp (silahkan chat ke admin jika ada masalah untuk artikel ini)

Leave a reply

Enable Notifications OK No thanks